Mreneyoo.com. Hari masih pagi, saat inspektur Vijay.. eh maksud saya mr. Vijay tour guide kita udah sampe aja ke hotel, sementara kita bertiga lagi sarapan, sarapan beres dan perut udah kenyang, perjalanan kali ini memang lebih awal, soalnya siangan kita udah pindah haluan ke Paro, jadi sambil angkut koper kita ke mobil travel yang udah standby di depan hotel, kita pun bersiap-siap dengan penuh semangat membara:D
Btw, sehari sebelumnya kita udah mendatangi satu dua tempat sekalian jalan dari bandaranya menuju ke ibukotanya, nah pada hari ke dua dari Thimpu sebelum menuju Paro, mr Vijay membawa kita ke kantor pos or Bhutan museum postal and shop sebentar, ternyata begini penampakan kantor pos di pagi hari, malam sebelumnya saya cuma sempet ambil fotonya aja, ciri khas banget ada ukiran di semua jendelanya.
Di sini kita bisa buat atau cetak perangko menggunakan foto kita sendiri loh, jadi kita bertiga buat perangko dan bisa digunakan untuk keperluan berkirim surat, tapi saya simpen aja buat kenang-kenangan kalo saya udah pernah buat perangko pake foto pribadi, kan jarang-jarang ada kesempatan begini. Udah beres buat perangko, terus kita lanjut lagi jalan ke Chorten Memorial. Chorten Memorial adalah sebuah monumen Budha yang terletak di Thimphu, Bhutan. Chorten ini dibangun sebagai peringatan untuk menghormati Raja Bhutan yang ketiga, Raja Jigme Dorji Wangchuck. Chorten Memorial adalah salah satu landmark terkenal di Thimphu dan menjadi simbol spiritualitas dan kebudayaan Bhutan.
Chorten ini memiliki arsitektur yang khas Budha dan dihiasi dengan ukiran-ukiran yang indah. Banyak wisatawan dan peziarah yang mengunjungi Chorten Memorial untuk berdoa, bermeditasi dan menikmati keindahan arsitektur dan lingkungan sekitarnya, sayangnya di dalam kuilnya kita enggak boleh ambil foto sama sekali, mungkin untuk menjaga kesakralannya ya, jadi kita cukup foto di luar aja.
Sekumpulan orang tua tengah duduk-duduk sehabis melakukan ibadah dengan mengelilingi tempat ibadah sebanyak tiga kali putaran, jadi agak-agak mirip seperti tawaf, bedanya kita berkeliling sebanyak tujuh putaran.
Selesai dari sini, karena udah mulai ramai pengunjung yang datang, kita melipir lagi ke tempat ke tiga, Buddha Dordenma. Tempat ini cukup tinggi, mobil kita naik ke sebuah bukit melewati anak tangga yang entah berapa ratus anak tangga jumlahnya, syukurnya mr Vijay bilang kalo kita enggak perlu menaiki anak tangga itu, enggak kebayang kapan sampe ke puncak, sepertinya dia tau isi kepala kita bertiga, jadi sebelum kita nyerah dia udah ngasih tau.. Alhamdulillah enggak perlu keluar tenaga ekstra 😁
Patung Buddha Dordenma adalah patung Buddha terbesar di Bhutan yang terletak di Kuenga Rabten. Patung ini memiliki tinggi sekitar 54 meter dan dilapisi dengan emas. Patung ini dianggap sebagai simbol perdamaian, kebijaksanaan, dan spiritualitas dalam agama Buddha di Bhutan.
Pokoknya kita mah terima beres aja, yang sibuk urusan beli tiket masuknya ya mr Vijay, emang dia bener-bener gercep dan bisa di andelin, sampe ke urusan foto pun dia yang dokumen tasikan, enggak perlu minta tolong, dia sendiri yang menawarkan, di dalam kuil patung Budha ini juga enggak boleh ambil foto, jadi memang tempat-tempat suci di sini sepertinya hanya boleh di lihat di dalam saja tanpa mendokumentasikan dan kita menghargainya.
Walaupun siang itu cuaca cukup cerah bahkan lebih cerah dari senyumanmu...ehemm.....tapi enggak ngerasa gerah samasekali, nah kadang cuaca yang kayak gini nih yang tau-tau bikin kulit jadi gosong tapi enggak terasa, soalnya adem, jangan lupa pake sunblock yak, ntar tau-tau kulit jadi kering dan gelap.
Habis keliling di kuil ini kita ngelanjutin lagi perjalanan ke Paro yang arahnya balik lagi melewati bandara.
Menuju Paro sekitar tiga jam, memasuki daerah Paro sedikit di sambut dengan hujan gerimis, jadi tambah adem cenderung dingin, mata saya menatap ke rumah-rumah penduduk yang terletak di lereng pegunungan, kadang hanya ada satu dua yang nyempil sebegitu tinggi dan kecil, koq kepikiran gitu sampe bisa bangun rumah di atas sana, enggak kebayang membangun rumahnya pertama kali kayak gimana.
Sampai akhirnya kita tiba di Rinpung Dzong Paro, Bhutan, adalah sebuah kuil Buddha dan bangunan administratif yang terletak di lembah Paro. Dzong ini dibangun pada abad ke-15 dan berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan keagamaan.
Rinpung Dzong dikenal dengan arsitektur uniknya yang memadukan unsur-unsur keagamaan dan administratif, serta menjadi salah satu contoh terbaik dari arsitektur dzong Bhutan. Kuil ini juga menjadi tuan rumah bagi berbagai festival dan upacara keagamaan.
Sekali lagi saya enggak bisa ambil foto di sini, melihat tempat ini dan suasana di dalamnya, di tambah lagi turun hujan gerimis mengingat kan saya seperti film atau cerita legenda para biksu, gedungnya yang sudah berumur tapi tetap kokoh dan megah, papan sebagai lantainya saja kokoh dan tebal.
Di situ saya melihat beberapa siswa yang seperti nya sedang membaca kitab suci, mirip dengan pondok pesantren, dimana anak-anak yang sedang mondok terlihat tekun dan khusuk membaca kitab suci.
Suasana di dalam sangat hening, dari penjelasan mr Vijay jika anak-anak ini memang sudah memilih jalan hidupnya untuk menjadi seorang biksu dan keluarga mereka mendukung keputusan yang mereka pilih.
Rinpung Dzong di Paro, Bhutan, memiliki peran penting dalam kehidupan keagamaan dan pendidikan di Bhutan. Dzong ini berfungsi sebagai pusat pendidikan dan pelatihan bagi para calon biksu dan juga sebagai tempat ibadah bagi masyarakat setempat. Di sini, para calon biksu dapat mempelajari ajaran Buddha dan mengembangkan spiritualitas mereka. Rinpung Dzong juga menjadi tempat penting bagi pelestarian tradisi dan budaya Bhutan.
Enggak salah sih jika Bhutan menjadi salah satu negara terbahagia di dunia, selain memang filosofi mereka adalah gross nasional happiness, kayaknya karena segalanya udah terpenuhi, jumlah penduduk yang enggak banyak dan lebih mudah di atur, kesehatan fisik dan mental melalui aktifitas fisik, mereka yang selalu tersenyum dan menjawab ramah kalau bertemu, ajaran budha dan menghargai alam dan budaya yang kuat, jadi fokus pada rasa bersyukur dalam kehidupan mereka, mungkin itu yang menyebabkan mereka hepi ya 😀
Oiya, sebelum mengakhiri perjalanan menuju hotel, kita sempet ke salah satu tempat yang cukup banyak di minati, salah satu spot untuk sekedar berfoto ria di atas Nyamai Zam bridge, berlatar belakang Rinpung Dzong tempat para biksu tadi, jadi ini adalah sebuah jembatan kayu tradisional yang melintasi sungai Paro.
Jembatan ini memiliki arsitektur unik dan menjadi bagian dari warisan budaya Bhutan. Enggak hanya berfungsi sebagai penghubung antara dua sisi sungai, tapi juga menjadi daya tarik wisatawan yang ingin menikmati keindahan alam dan arsitektur tradisional Bhutan.
Di salah satu toko yang menyewakan pakaian, kita mampir dan mengenakan baju khas Bhutan yang sudah saya ulas di postingan sebelumnya, iya kita pake kira, pakaian wanita Bhutan, itu pose pakai payung bukan buat begaya yak, tapi emang lagi ujan gerimis, gimana.. udah mirip wanita Bhutan kan...hehe... Jika ada penulisan kata atau nama tempat yang salah, lebih kurangnya mohon maaf 🙏
Salam
0 Komentar